Beberapa
Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Ø Indikator Kesenjangan :
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam
distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni
axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur
adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu :
1.
The Generalized
Entropy(GE)
2.
Ukuran Atkinson
3.
Koefisien Gini.
Yang paling sering
dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang
0-1.
- Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat
porsi yang sama daripendapatan)
- Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini
berasal dari Kurva Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1
atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar
tingkat ketida kmerataan distribusi pendapatan.
- Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai
koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0.
- Ketimpangan dikatakan tinggi dengan nilai koefisien
gini 0,5-0,7.
- Ketimpangan dikatakan sedang dengan nilai koefisien
gini antara 0,36-0,49.
- Ketimpangan dikatakan rendah dengan nilai koefisien
gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya
yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah
penduduk dikelompokkan menjadi tiga grup :
1. 40% penduduk dengan pendapatan rendah,
2. 40% penduduk dengan pendapatan menengah,
3. 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari
jumlah penduduk.
Selanjutnya,
ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh
40% penduduk dengan pendapatan rendah.
Menurut kriteria Bank
Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi yaitu :
- Pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari
kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah
pendapatan.
- Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok
tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan.
- Ketidak merataan rendah, apabila kelompok tersebut
menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
Ø Indikator
Kemiskinan :
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas
garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat
Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan
per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan
(BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per
hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi
pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu :
·
Pendekatan kebutuhan
dasar (basic needs approach)
Basic Needs Appoarch merupakan pendekatan yang sering digunakan.
Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidak mampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar.
·
Pendekatan Head Count
Index
Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan
absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah
batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan
minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari
2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (nonfoodline).
Referensi :
0 Tanggapan:
Post a Comment